Jam menunjukkan pukul 12:00 siang, sudah lebih lima jam mereka berkumpul di tempat ini, masih ada lima jam lagi untuk hari ini agar kaleng yang berada disampingnya menjadi penuh. Masih lama untuk beranjak pulang, tangan mereka masih bergerak dengan cepat. Menekan sebuah alat sederhana menyerupai parang, sedang tangan yang lain menyelipkan dan menahan sebuah kacang mede dibawah bilahnya. Dengan sekali tekan saja, kacang itu sudah terlepas dari kulitnya. Demikian, satu-persatu, berkali-kali, dan secepat mungkin agar kaleng terus terisi dan bertambah berat dengan kacang bersih terkelupas. Dalam kaleng inilah, upah mereka tertampung, tak menghitung waktu yang telah dihabiskan.
Desa Bontomanai, sebuah daerah pesisir di Kab.Pangkep, disinilah separuh perempuan menghabiskan waktunya dalam kerja upahan sebagai pengupas mede. Terdapat kurang lebihdua puluh kelompok yang mewadahi sepuluh hingga tiga puluh pekerja yang merupakan masyarakat setempat. Kelompok yang merupakan sebuah kaki tangan sebuah perusahaan tanpa nama telah hadir sejak empat tahun lalu, nyaris mengupah pola hidup para pekerjanya yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Tak ada sekat dinding yang membatasi gerak atau seorang pengawas yang mengontrol kerjalayaknya pabrik. Mereka hanya bekerja di bawah kolong rumah, dengan perlengkapan seadanya dan bekal yang telah dipersiapkan sendiri untuk energy sehari kerja. Salah seorang bertutur, bahwa mereka memulai kerja sejak pukul tujuh pagi, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, dan baru akan selesai bekerja pukul lima sore, agar bisa mengupas mede lebih banyak, esoknya pun demikian.
Walau tidak berada dalam tembok pabrik, bukan berarti bahwa tidak ada penghisapan di dalamnya. Dengan upah yang ditetapkan dengan sangat rendah, mereka dikontrol oleh target kerja agar bisa mendapatkan upah yang lebih. Setiap satu kg mede yang telah dikupas hanya diupah senilai 2500 rupiah. Paling banyak, dari seorang yang paling terampil hanya mampu mengerjakan empat kg atau dengan upah 10. 000 rupiah sehari. Sedangkan sebagian hanya bisa menyelesaikan satu kg sehari. Itu belum dikurangi kesalahan kerja seperti kacang yang pecah/tidak utuh lagi. Terkena irisan parang dan gatal oleh getak kacang tak pernah terbayar dan menjadi hal biasa.
Kacang menyembunyikan kulitnya, perjalan di atas menunjukkan di tengah perkampungan tak ada lagi sumberdaya untuk hidup subsisten. Tak pilihan selain mempertaruhkan hari untuk sesuatu yang pernah tak berharga : Upah!!!.
Catatan terlupa : Akhir November 2010
~ 0 komentar: ~
Posting Komentar