Indahnya rasa takut


Apa yang paling indah dari hidup adalah melawan rasa takut, hari ini juga demikian.
Ada kobaran api yang begitu kurindukan, ada ketakutan yang begitu menghanyutkan.
Dia bagaikan warna-warni yang menghiasi gelap. Suasana semarak yang mengebu-gebu, yang cerca banyak orang, dituduh oleh sang moralis.
Oh, tidak hari ini. Ku bergembira, ku berseru, inilah pesta untuk tangan-tangan yang telam lama beku dan kering atau paling tidak, mataku yang telah perih.

Takut, takut, oh tidak telah kusiapkan adrenalin yang masih akan terus tersisa untuk esok.
Hari ini kuacuhkan kemungkinan yang mengintai, tak perlu khawatir aku baik-baik saja, sama seperti yang lalu.
Berada disini adalah tepat untuk tak lagi mendengar ocehan kalian, tak butuh lagi simpati kalian. Tak gunanya, karena akupun tak akan pernah berdoa untuk kalian yang berjalan dengan mata tertutup, tampil bahagia dalam neraka, senang untuk terus di domba.

Hancur, berserakan betapa indahnya, perhatikan lah seksama wahai para damai. Tidak kah kalian bosan dengan ketenangan palsu?paling tidak mulut kalian yang berucap tanpa makna, atau omelan kalian yang sok bijaksana. Gantilah redaksi itu, cacilah jalanan yang mengurung dalam satu arah, yang merusak pandangan pada layar tak bergerak yang menghipnotis keinginanmu. Tapi sudahlah, berbicara dengan kalian sama saja menggantungkan harapan pada dinding polos. Para damai, tetaplah duduk diam dan ucapkan hina dan teruslah hidup dalam mimpi buruk.

Karena di setiap sudut, terselip mereka yang akan terus menghidupi mimpi buruk itu...

20 - 10- 2010, hari indah diangka yang cantik

Latest Post
Senin, 11 Oktober 2010

Akhir dari firasat


Akhir dari firasat

Firasat? apakah ia, kadang sulit kita pahami. Kode yang seolah ingin menyampaikan pesan yang rumit untuk dirjemahkan. Lalu mengapa, firasat lekat dengan sebuah petanda yang kita tak pernah menginginkannya, lebih lagi kita tak tahu cara menghindarinya.

Kutinggalkan malam, dalam dinginnya bus. Berselimut kecewa dan rindu yang mengantarku berjalan. Lalu firasat datang, mengajakku untuk hanyut dalam sebuah bayangan waktu yang telah lewat. Seiring laju bus melintasi tempat yang dilaluinya.

Firasat, merampas malam membiarkanku lelap sejenak dan kembali terhentak pada dunia yang ia ciptakan di pikiranku. Membentuk sebuah cerita tragis yang tak beralur. Setengah mati kualihkan, tapi firasat telah mengkontaminasi bahkan merespon perasaan dan saraf tubuh, mengalirkan tetesan di mata seolah dunia itu terjadi.

Sekian jam berlalu, dan dingin berhembus semakin menusuk bersama firasat yang tak kunjung hilang. Tiap saat datang dan menarik pada dunianya sekuat kucoba mengalihkan khayal, dan rasa pada dunia yang tersentuh. Membuatnya pergi berlalu dan berhenti membisikkan kelam.

Untungnya kubisa bernafas pada pagi yang datang, dan berharap firasat hanya mimpi di malam hari. Kutinggalkan dingginnya bus, tuk melanjutkan perjalanan berikutnya.

...

Siang hari aku kembali melalui lintasan panjang, melaju mengikuti putaran roda motor yang melaju kilat. Firasat kembali hadir dan bergejolak, semakin kuat, semakin dalam. Tak lagi sanggup mengusirnya, bahkan tak ada lagi tempat dipikirku bagi keindahan yang ada di sekeliling, dari hamparan hijau persawahan, ladang perkebunan, serta santapan hangat di tengah hujan gerimis hari itu. Ia tetap ikut berkilo-kilo meter jalan yang kulalui, hadir terlintas dari roda-roda besar yang laju secepat kilat, dari laju kendaraan yang saling berebut untuk mendahului, dari putaran roda-roda yang semakin tak terlihat. Duduk tak berpegang, diam dan hanya terpaku pada suara dan bayang silih berganti. Hingga sesaat lagi tiba dan menemukan kota perisitirahatan dan berharap firasat kembali berakhir.

Tetapi secepat waktu, sesuatu kadang hadir secara tiba-tiba dan terduga.......

....

Saat itu, firasat telah benar-benar pergi, bayang itu ia hadirkan dan pesan tak lagi tanda

Sama sekali aku tak mendengar suara apapun, tubuh telah terhempas di atas aspal yang masih basah. Meringkuk diam, dan hilang pikir. Sesaat terambil menuju dunia yang tak ada. Kukira tak akan lagi kembali. Kubungkus kepalaku dengan kedua lengan menutup mata, sampai akhirnya terbangun oleh sebuah tepukan. Kubuka mata dan masih berada dalam dunia ini. Kerumunan orang, sama sekali tak kusentuh kehadirannya, hanya menatap pucat gemetar. Tak lagi kurasa sentuhan seorang ibu muda yang memberikanku sebotol air, bahkan kulupa bagaimana cara tuk meneguk air itu. Tangan beku, dan tak kuasa bergerak. Hanya terpaku kosong, melewati sekian menit yang mematikan tubuhku sejenak. Hanya ada lebam di kaki, tapi trauma lalu kembali dihadirkan hari itu, luka yang tak pernah bisa sembuh.

Ya, firasat benar-benar pergi, menyesali tanda yang sepanjang hari terus ia kirimkan. Mungkin harus kucari deteksi, jika ia kembali datang agar tak sekedar kuterka sebagai mimpi buruk.

3 hari berlalu dengan beku, saat dimana aku benar ingin pulang dan mendekap di atas hangat kasur kamarku. Meledakkan tangis yang setetespun bisa kukeluarkan di tempat jauh itu.

Pulang berharap berpeluk dan melupakan ego yang kubawa. Karena dengannya adalah tempatku untuk berbagi nafas..


Kamis, 16 September 2010

Pale


Pale

Tak lagi ada suara dan desir angin setelah badai benar-benar telah memporak-porakdakan belukar yang tak ingin menjadi bunga...

Ya, ia tak tak pernah ingin menjadi bunga, walau tiga bunga lainnya tumbuh dan mekar mengapitnya, ia memilih menjadi belukar!!. Ia tak ingin tumbuh di atas pot, menengadah dan hanya mencipta kelopak berwarna dan harum serta menumpuk hara di daun, batang dan akarnya. Tertanjap untuk dak dapat menoleh dan hanya bisa mendongak, bermimpi mencapai langit yang tak dapat diraihnya...

Ia bahagia menjadi belukar, walau tak berwarna dan beraroma namun ia bisa berlari, menoleh, menanjak dan menurun, untuk menemukan dunia. Meraih belukar-belukar lain tuk saling menyapa dan bertukar cerita bagi nyata yang lebih semarak.

Walau senantiasa harus terinjak, hingga daun-daun kecilnya pucat, layu dan mengering, tapi akan selalu tumbuh tunas yang membuatnya hidup kembali dan berlari lebih cepat,. Menyusuri celah sempit dan tersembunyi, dan perlahan duri tumbuh di atas tubuhnya untuk saraf -saraf mereka tak pernah merasakan sakit.

Hujan datanglah cepat, sebelum api datang melahap lebih buas...

Senin, 06 September 2010

Menyerap api di sebuah letupan


Menyerap api di sebuah letupan

Entah dasar apa yang membuat saya hadir di tempat ini, bukan panggilan ideology, program organisasi ataupun investasi amal. Hanya ketidak sengajaan bertemu teman lama, seorang perempuan yang mengabdikan hidupnya dalam dunia aktivisme. Perbincangan pendek akhirnya yang membuat saya untuk sekedar terlibat di tempat itu, dimana sejumlah buruh melakukan pemogokan di sebuah kawasan industry. Berada di tempat tersebut, adalah hal yang sulit saat harus berusaha memposisikan diri sebagai siapa, tanpa harus terjebak dalam heroisme seperti umumnya para mahasiswa atau karakter leader para aktivisme, bukan pula seorang jurnalis yang mengais berita untuk dijual. yah, istilah yang sangat “eneg’di telinga. Disana hanya berusaha untuk terlibat mendalam, belajar memahami sebuah pembangkangan dan menemukan sebuah spirit dari potensi-potensi destruktif yang toh pada akhirnya selalu dikembalikan ke jalur kompromis oleh karakter odipus yang dibangun serikat pekerja pada sebagian besar buruh terlibat di dalamnya. Saya tak punya otoritas untuk perubahan atas kondisi tersebut, di sinilah saya menemukan pembenaran atas sesuatu yang hanya bisa temukan di teks-teks wacana. Selebihnya, pertemanan adalah sesuatu yang jauh lebih berharga.

Saya tidak akan bercerita banyak alur dan rangkaian kronologis perisitiwa yang terjadi selama waktu itu, pemogokan buruh/pekerja adalah hal yang niscaya jika melihat bagaiamana pabrik atau perusahaan yang menguasainya memang menyuburkan potensi-potensi itu melalui aturan dan pengabaian atas hak-hak manusiawi. Yang tiap saat diawasi, dilarang, ataupun didepak seenaknya.

Yang pasti, Dua bulan lebih melakukan pemogokan bukanlah waktu yang singkat dan mudah bagi para buruh. Hari-hari yang penuh tekanan, serangan dari berbagai arah membuat goyah sebuah tekad yang di mulai dengan penuh api. Bertaruh atas kerja yang telah dijalani bertahun-tahun, bertaruh pada intimidasi preman-aparat, serta pertarungan yang lebih hebat atas kebutuhan hidup yang tak mungkin diabaikan. Pertarungan atas sebuah prinsip, solidaritas sesama pekerja.
Saat ini, dua bulan penuh polemik akhirnya berakhir. Bukan karena guyuran hujan keras yang merobek dan merubuhkan tenda, tapi atas sebuah pilihan, yang entah sebuah kemenangan atau kekalahan.

Kemenangan, saat majikan akhirnya tunduk membayar upah yang dituntut buruh setelah mereka memlihi tak lagi bekerja sang majikan ? Ataukah kekalahan, saat apa yang terbayarkan tak pernah senilai dengan hidup yang telah dikuras bertahun-tahun, hidup yang terkurung dibalik sekat yang layaknya penjara, ter-alienasi.

Tapi apapun itu, saya menghargai keputusan yang semoga tak pernah menjadi akhir. Keputusan yang begitu sulit dipertaruhkan, yang semoga bukan atas otoritas yang berkehendak dibalik itu. Yah, saya bukan siapa-siapa yang harus menentukan arah sebuah perjuangan, dan menghargai ini sebagai sebuah ruang dan waktu, untuk melihat sebuah kebenaran dan menilai sebuah kesalahan, dari teks-teks bacaan yang kupercayai. Waktu singkat ini menegaskan hal tersebut. Proses untuk belajar memaknai sebuah solidaritas, dan melihat sebuah ketangguhan dari pertarungan hidup yang juga saya alami dan susah payah untuk tetap terjaga.

Tak juga menyesal atas akhir yang “tidak tampak” wah dengan pertarungan fisik selayaknya kemenangan dalam sebuah perang yang dibumbui oleh heroisme, momen yang mungkin dinanti dan diinginkan media untuk disebarkan dengan omong kosong. Tak juga akhir dramatis penuh haru biru layaknya kisah drama yang berakhir sedih dalam perpisahan.

Selanjutnya adalah penantian dan harapan, untuk bisa kebali menemukan letupan-letupan dan percikan-persikan api, yang menggairahkan untuk hidup yang tak lagi bersinar…

Selasa, 10 Agustus 2010

Lagaligo, 8th - Pinko & Cherry


Lagaligo, 8th - Pinko & Cherry


Mengejar sinar yang segera menenggelam, menyusuri jalan melintasi seluruh rangkaian cerita yang terisi selama waktu yang panjang ini. waktu yang kadang salah terhitung. Waktu dimana ada geli penuh tawa, waktu bersama sudut ruang tuk membungkuk dan sepi, waktu untuk hasrat terkurung-tersembunyi. Untuk iba dan haru, untuk obsesi dan ambisi dan waktu untuk adrenalin dan ketegangan.

Waktu dan tempat yang terikat oleh pita merah, symbol kecil bagi angka pertama menuju delapan. Di koridor tua, di pantai dan karang, tepi danau, jembatan, dermaga, tak ada ukiran nama disitu hanya ada pita merah yang tak kan pernah terlihat.

Pita merah yang belum pernah putus, karena masih panjang pita terbentang untuk ruang, sudut dan persinggahan selanjutnya.

Balkon di kafe kecil ini, kami kembali untuk mengikat lagi selembar pita, walau telah ada sebelumnya. Selalu tak ada lilin yang menemani sajian menu malam, juga tak ada cerita untuk gaun ataupun atap rumah yang indah kelak. Hanya ada setumpuk catatan untuk langkah kecil penuh semangat bagi mimpi dan dunia yang belum ada namun terbayang. Cerita tentang teman yang pernah datang dan pergi bersama langkah ini. cerita yang selalu terputus oleh detak waktu yang tak mau mengalah.

Malam itu tak ada patethic waltz atau senandung lain, seperti perjalanan yang pernah teringat. kami pulang memberi kabar dan senyum lebar.

Dari sepasang kasih yang telah lupa untuk kembali pulang.

Thanks, Pinko!

Cherry

5 agustus 2010




Selasa, 27 Juli 2010

Trip to Wajo #2 - Bukit hijau yang kering


Trip to Wajo #2 - Bukit hijau yang kering


Perbukitan dengan hembusan angin dingin, jagung bakar dan tuak yang masih segar dari pohonnya adalah kenyamanan hari kedua di desa Awota-kab.Wajo. Seandainya ada koneksi internet, mungkin ini akan menjadi status terbaru saya di FB. Untung saja sinyal tak menjangkau daerah yang dikelilingi perbukitan ini, sejenak tak perlu tertanggu dengan rutinitas manusia modern yang hanya bisa memamerkan kehidupannya dijejaring sosial.

Walau berada di tengah suasana yang berharga ini, sepanjang mata memandang ada yang hal lain mengamati keadaan yang membentang di sekitarnya. Perbukitan yang layaknya dihuni oleh pemukiman, ladang perkebunan ataupun hutan rindang, berbeda disini.

Sambil menikmati tuak dan terus mengunyah jagung bakar dari tongkol yang masih muda, mulailah si Bapak tua yang menjemput kami kemarin, bercerita tentang desa ini, dan mimpi mereka yang masih tertimbun di kawasan  perkebunan sawit yang terbentang sekeliling desa. Cerita yang kembali menemukanku pada kondisi yang sama di kawasan lain, dimana sumber kehidupan dicerabut bagi kepentingan industrialisasi dan gaya hidup sebagian orang.

8000 ribu hektar, kawasan yang dikuasi perusahaan sawit milik negara ini. Begitu hijau dari kejauhan, namun tak seperti hutan yang menyimpan  banyak kehidupan, ladang hijau ini hanya menjadi petaka bagi penduduk di sekitarnya. 

Sore itu, bukalah refresing bagiku dan beberapa orang mereka yang kembali melihat cahaya yang tampak dibalik bukit. Cahaya untuk kembalinya benih leluhur pada kehidupannya semula. Puluhan tahun hilang menjadi hamparan hijau yang kering, bersama senyawa dan hara yang terpendam.

Siang semakin terik namun panas menguap bersama hembusan angin yang berkibas. Bara masih terus menyala dan mengepulkan asap. Terik siang berlalu berganti redup sore, cerita yang tak pernah habis.

Kuharap saat kembali nanti, kutemukan api yang lebih membara di sudut sana.  Lalu tumbuhlah benih baru dan akar-akar yang akan terus menjalar, menyebarkan senyawa.  Aroma dari kehidupan kembali para leluhur.

Wajo- 24 Juli 2010

Trip to Wajo # 1


Trip to Wajo # 1

Ini perjalanan pertama di sebuah daerah di tengah utara Sulawesi Selatan. Belum ada yang menarik selain memang ini adalah kunjungan pertamaku di di daerah nan subur, yang katanya sesubur investasi dan industri datang mengekspansi...

Belum banyak cerita dan tidak ada view yang menyegarkan mata dalam perjalanan malam hari yang penuh ketengangan. Di lintasan cepat dan laju kendaraan super, seperti umumnya perjalanan  lintas daerah, saya hanya bisa kagum dengan si Pak supir. Entah mendapat indra ke enam dari mana, begitu gesit mengendalikan perjalanan saat penumpangnya hanya bisa kelehahan duduk dan tidur seenak hati.

"saya barusan bawa mobil dari mamuju, tiga hari ini belum ada istirahat cuma tidur tiga jam, makanya sedikit mengantuk" 

Tidak lama sesudah itu, kendaraan truk melintas dan nyaris menyambar mobil yang kami kendarai, suasana jadi tambah tegang tapi sedikit membuat pak supirnya kembali melek..huh..

Tegang, jalan sempit dan rusak, gelap dan sunyi dan tempat yang dituju tak juga terlihat tanda-tandanya, yah sudahlah namanya perjalanan. Apapun yang terjadi nantinya, siap-siap saja. Sugesti diri jadi penenang instan..

...

Cukup lama, terlihatlah Si Bapak tua di pinggiran jalan. Tak ada nama jalan ataupun bangunan penanda, hanya hamparan sawah di sekitarnya, si bapaklah satu-satunya penanda bahwa kami telah tiba, walau dia harus rela menunggu lama..

Walau hanya duduk berjam-jam tapi seolah tak ada daya lagi, merebah..menunggu pagi di sini, pagi yang tak akan pernah sama sinarnya di balik bangunan kota yang penuh suntuk...

...

Awota-Wajo, 23 Juli 2010


Selasa, 15 Juni 2010

Laju melaju


Laju melaju


Pukul duabelas malam, dia bagaikan cinderela yang harus segera berlari, sayangnya tak ada kereta yang menjemput dan mengantarnya pulang, tak juga ada sepatu kaca yang tertinggal bagi seorang pangeran.

Dia hanya terus berdiri di pinggiran jalan, sambil membayangkan kelak ia bisa mengayuh dan bisa menikmati pesta sepanjang malam. Karena pasti tak kan ada pangeran yang datang membawakan sepatu kaca dengan kereta cantik.

Ia hanya butuh dua buah kayuh, untuk laju yang tak dijangkau kakinya. Untuk mimpi yang terus menghidupkannya, untuk kemungkinan yang pasti datang. Menyela batas agar tak lagi diam, dan kendali yang ia tentukan. Dan tak ada lagi sungkan bagi kereta-kereta yang mungkin tak sudi untuknya.

Kayuh untuk terus berlari, untuk kekuatan yang tak akan pernah redup, berpesta sepanjang hari walau sebagian mereka memilih untuk cepat tidur…

Rabu, 26 Mei 2010

Today


Today

hari ini, saya tidak memposting sebuah tulisan khusus
hanya untuk kembali buka rumah kecil di dunia tanpa batas ini
bosan, hanya membuka jejaring sosial yang makin hari makin konyol
konyol, karena saya juga masih sukamembukanya, mengupdate status tidak penting, ganti foto profil, membaca kehidupan orang lain
atau mungkin kita sekarang memang adalah kaum infotainment ya
yeah...
so, hanya itu saja untuk hari ini....

Selasa, 19 Januari 2010

Dia hanya ingin mengatakan....


Dia hanya ingin mengatakan....

Awal tahun dengan sebuah kegagalan. Kembali kalah dan ingkar untuk tidak lepas dari makhluk tidak nyata yang memasung tubuhnya. Wujud yang tak bisa tergambarkan selain bagaimana ia hanya membuat ketaksadaran, tanpa kontrol, dan tak terkendali. Penuh sakit, dalam coretan dan luka kecil yang memaksa masuk kelapisan terdalam kulit. Menguras nafas, desah panjang dan luapan dari pelipis mata. Ia begitu murka. Ia terus lagi-lagi masih bersarang dalam kehidupan lainnya.
Kembali buasnya malam itu. Sakit yang luar biasa di kepala, ditambahkan dengan hantaman martil di telapak tangan. Hingga malam ia terus meraung, meluapkan seluruh sakit, beban dan kebenciannya. Ia bertahan dan tak pernah ingin pulang.
Malam semakin larut dan meninggalkan diri di pinggiran jalan, menyadari diri, sampai berakhir luluh dan berat untuk akhirnya pulang.
Memasuki ruang gelap, merebahkan badan dan berusaha tertidur namun tetap saja ia beradu, lemas dan terkapar dengan sendirinya . Hingga pagi betapa tenang melihatnya terlelap , sambil berharap tak pernah lagi terbangun.
...
Hari ini, tanpanya ada hirupan kelegaan. Sore bersama hujan yang begitu lebat, memilih berjalan keluar dengan sebuah payung kecil, dan setelan hangat yang akhirnya bisa dikenakan. Tidak untuk menanti cahaya atau sinar dibalik awan, karena mendung dan tetesan hujan jauh meneduhkan. Yah, saat kibasan dari udara dingin menyentuh dan membekukan kesah. Menghirup nafas panjang tanpanya. Paling tidak untuk hari ini.

Tetapi kapankah ketakutan itu benar-benar pergi, dan mebuatnya tak meingkari janji? Hingga segala dapat berjalan layak? Sampai tak ada lagi kawat yang memasung kaki dan melllit kuat saraf-sarafnya. Lalu menemui dirinya dalam pose penuh warna ,bebas berpindah dan menentukan titik pijak selanjutnya. Hingga bebas mewarnai awan agar tak selalu putih, dan menyulap langit seluruhnya menjadi taman luas. Bebas mengikuti air dan mengisi segala lubang lalu terbawa entah kemana lagi.

Berulangkali diri meyakinkannya, dan mengaburi alur dalam kepalanya. Subjekfitasnya yang angkuh. Yang selalu menutupi bayangan nyata dalam kaca. Tetapi berulangkali ia gagal, dan menyerah untuk hanya berdiam menunggu apa yang akan terjadi nantinya. Walaupun tragis mungkin saja akan datang.
Berungkali ia ingin lari dari dunia sendirinya, dan menemui paling tidak sebuah telapak tangan yang menawarkan diri dan menariknya keras untuk benar-benar keluar menemui dunia dengan awan yang penuh warna dan taman di langit yang tanpa batas. Terbaring dan terdekap hangat bersamanya. Hingga dia dalam kebuasannya itu tak perlu lagi datang berteriak penuh keras untuk mengatakan apa yang sebenarnya ia inginkan selalu... Dekapan!!

22: 23 wita
19 januari 2010 bersama deras hujan

+

Blogger templates

About Me

Foto saya
"Don't exist. Live. Get out, explore. Thrive. Challenge authority. Challenge yourself. Evolve. Change forever. It's time to be aggressive. You've started to speak your mind, now keep going with it, but not with the intention of sparking controversy or picking a germane fight. Get your gloves on, it's time for rebirth. There IS no room for the nice guys in the history books. THIS IS THE START OF A REVOLUTION. THE REVOLUTION IS YOUR LIFE. THE GOAL IS IMMORTALITY. LET'S LIVE, BABY. LET'S FEEL ALIVE AT ALL TIMES. TAKE NO PRISONERS. HOLD NO SOUL UNACCOUNTABLE, ESPECIALLY NOT YOUR OWN. IF SOMETHING DOESN'T HAPPEN, IT'S YOUR FAULT. Make this moment your reckoning. Your head has been held under water for too long and now it is time to rise up and take your first true breath. Do everything with exact calculation, nothing without meaning. Do not make careful your words, but make no excuses for what you say. Fuck em' all. Set a goal for everyday and never be tired." — Brian Krans (A Constant Suicide)

Blogroll

About


ShoutMix chat widget