Minggu, 06 Juli 2008

“PASRAH” jangan sebut ...Tuhan pasti akan menamparmu




Permainan dalangdalang baru saja kembali menjerat, hanya sebagian dari apa yang telah dan masih akan terjadi. Namun Rutinitas kembali mengulang siklus dalam realitas. Segala aksi, reaksi, kecaman, tuntutan, permohonan, doa, dan juga diam kini terurai kembali dalam daur kepatuhan. Yang menang tetap menang, semua kembali diam seolah tak merasakan apa-apa. Semuanya kembali damai, Damai seperti yang diinginkan semua manusia.

Inikah kedamaian? Dengan semua keterpurukan yang seakan abadi, Saling berdiam dan teralienasi dari kehidupan, Ya, inilah kedamian. Kedamaian yang mereka inginkan
Tapi coba buka dan kita akan menemukan kepasrahan
PASRAH….PASRAH…Pasrah…pasrah
“Terimalah semua ini”, tidakkah kita mendengar suara itu?

***
Kulihat jalan , kendaraan terus berlalu lalang, Orang-orang terus melangkah, gerak yang sama, masih terburuburu, jangan harap sapa , terus berjalan karena waktu bukan lagi untuk yang tak menghasilkan laba. Kerja, kerja dan terus bekerja dan hei kamu yang tak bekerja berhentilah menjadi sampah. Tak sulit karena kau tinggal menundukkan kepala dan lakukan apapun yang sang boss inginkan, kehidupanmu akan laku terjual.
Buku-buku terus terjual, cetak para filsuf dan pemikirpemikir besar dari beratus-ratus tahun lalu tapi hingga kini tak sedikitpun termanifestasikan, hanya menjadi kutipan pada debatdebat dan onani para intelektual, atau menjadi contekan soalsoal ujian di setiap institusi pendidikan(pendidikan?) yang hanya menjadi pabrik pencetak budakbudak dan pengemispengemis baru.
Geraigerai terus terbuka, lebar, ada yang tertutup kaca namun pajangan keinginan masih tampak jelas dipandang walaupun dari jauh. Heran, semuanya tetap ramai , daya hipnotis apa yang digunakannya? giringan manusia terus berlalu lalang di saat sebagian besar hanya bisa menelan ludah , mengenyangkan diri dalam khayalan saat pandangan tak pernah terlepaskan dari reklamereklame yang terus mencemari dan memaksa mereka menghabiskan hidup di sepanjang trotoar jalan, mengalah pada terik matahari, karena panasnya tak seberapa lagi dibanding reaksi tubuh jika harus menahan lapar, dan keberlanjutan nafas orang –orang tersayang, tak ada harapan selain matahari segera menenggelam dan hari segera berakhir, entah apalagi esok. Tetap saja “jual” apapun itu atau terpaksa harus “meminta”. Dibalik kaca mobil mereka dipandangi, meringis seperti melihat sampah yang harus segera disingkirkan atas nama sebuah kebersihan dan keteraturan oleh desakan sebuah kemunduruan hidup yang bernama “pembangunan” .
Tapi mereka, dibalik kaca itu tak sedikitpun bisa dipandangi. Kelimpahan telah mengurung pada kenyamanan dan kesejukan, tubuhnya telah bermutasi sangat peka dan sensitif hanya untuk sekedar dilihat. tapi tidak, lihatlah ! bukankah itu mereka, wajahnya yang kita saksikan pada setiap sekian meter jalan, lihat senyumnya, penipupenipu unggul bak dewa penyelamat ‘percayalah padaku..hanya aku” semua mengagungkannya. Dengan sloganslogan kolot dan menjijikan, merayu, merangkul dan setelah itu?dan betapa suburnya para cecungukcecunguk yang melacurkan dirinya. Bullshit, ffuuuikkhh…demi apapun, sumpah mati aku tak akan mengghambakan diri pada manusia manusia bodoh itu. Huh semoga!!

Mungkin terlalu jauh memikirkan realitas tersulap menjadi kehidupan. Aku hanya merindukan impianimpian terkecil yang mungkin adanya.
Bukan kedamaian, namun keindahan : seperti batubatu melayang melempari para anjinganjing berseragam tak berotak, yang dirantai oleh kekuasaan dan indahnya kepuasaan yang ditimbulkan dari darahdarah yang mengalir dari kepala mereka. Disetiap sudut orangorang terus berteriak “kami tidak butuh kalian ‘dan rodaroda kendaraan membisu dan terjebak dalam himpitan kemacetan, hingga perputaran mata uang menjadi tak berdaya dan mukjizat ketidakpercayaan terlintas dari keluhankeluhan dan cacian dalam himpitan tersebut. Atau di setiap sudut kota pun dipenuhi cahaya dan kilauan oleh ledakanledakan dari dalam pusatpusat perbelanjaan, trolytroly akhirnya menghirup kebebasannya saat orangorang membawanya keluar dan mengisinya dengan tumpukan kebutuhan yang akhirnya terlampiaskan. Para bos tak lagi kuasa, oleh buruhburuh yang terus melanjutkan tidurnya yang nyenyak. .lalu dan lalu dan akhirnya hei… hei..hei bangun kau terlalu bermimpi..

Hidup hanya sebatas impian, apakah semua akan terwujud jika keadaan ini terus termapankan? Apakah aku akan tetap menolak kalah? Dalam keadaan yang terus menstimulus kejiwaan menjadi tak terkontrol. Di saat yang sama dalam ruang dimana otonomi temporal dan impian terkecil terwujudkan, pun kian meredup. Bukan hitam yang menggantikan merah, bukan pula merah menggantikan hitam. Kedua warnanya memudar, ataupun hanya terabadikan dalam sloganslogan dan simbolsimbol, dan mengapa harus menyukai kedua warna itu. karena kritikkritik pun tak menemukan negasinya.
hanya satu alasan mengapa hidup kita harus dikontrol oleh sebagian orang....

Oh, impian tolong semangati aku lagi……

~ 0 komentar: ~

+

Blogger templates

About Me

Foto saya
"Don't exist. Live. Get out, explore. Thrive. Challenge authority. Challenge yourself. Evolve. Change forever. It's time to be aggressive. You've started to speak your mind, now keep going with it, but not with the intention of sparking controversy or picking a germane fight. Get your gloves on, it's time for rebirth. There IS no room for the nice guys in the history books. THIS IS THE START OF A REVOLUTION. THE REVOLUTION IS YOUR LIFE. THE GOAL IS IMMORTALITY. LET'S LIVE, BABY. LET'S FEEL ALIVE AT ALL TIMES. TAKE NO PRISONERS. HOLD NO SOUL UNACCOUNTABLE, ESPECIALLY NOT YOUR OWN. IF SOMETHING DOESN'T HAPPEN, IT'S YOUR FAULT. Make this moment your reckoning. Your head has been held under water for too long and now it is time to rise up and take your first true breath. Do everything with exact calculation, nothing without meaning. Do not make careful your words, but make no excuses for what you say. Fuck em' all. Set a goal for everyday and never be tired." — Brian Krans (A Constant Suicide)

Blogroll

About


ShoutMix chat widget