Walau berada di tengah suasana yang berharga ini, sepanjang mata memandang ada yang hal lain mengamati keadaan yang membentang di sekitarnya. Perbukitan yang layaknya dihuni oleh pemukiman, ladang perkebunan ataupun hutan rindang, berbeda disini.
Sambil menikmati tuak dan terus mengunyah jagung bakar dari tongkol yang masih muda, mulailah si Bapak tua yang menjemput kami kemarin, bercerita tentang desa ini, dan mimpi mereka yang masih tertimbun di kawasan perkebunan sawit yang terbentang sekeliling desa. Cerita yang kembali menemukanku pada kondisi yang sama di kawasan lain, dimana sumber kehidupan dicerabut bagi kepentingan industrialisasi dan gaya hidup sebagian orang.
8000 ribu hektar, kawasan yang dikuasi perusahaan sawit milik negara ini. Begitu hijau dari kejauhan, namun tak seperti hutan yang menyimpan banyak kehidupan, ladang hijau ini hanya menjadi petaka bagi penduduk di sekitarnya.
Sore itu, bukalah refresing bagiku dan beberapa orang mereka yang kembali melihat cahaya yang tampak dibalik bukit. Cahaya untuk kembalinya benih leluhur pada kehidupannya semula. Puluhan tahun hilang menjadi hamparan hijau yang kering, bersama senyawa dan hara yang terpendam.
Siang semakin terik namun panas menguap bersama hembusan angin yang berkibas. Bara masih terus menyala dan mengepulkan asap. Terik siang berlalu berganti redup sore, cerita yang tak pernah habis.
Kuharap saat kembali nanti, kutemukan api yang lebih membara di sudut sana. Lalu tumbuhlah benih baru dan akar-akar yang akan terus menjalar, menyebarkan senyawa. Aroma dari kehidupan kembali para leluhur.Wajo- 24 Juli 2010
~ 0 komentar: ~
Posting Komentar