Pale


Tak lagi ada suara dan desir angin setelah badai benar-benar telah memporak-porakdakan belukar yang tak ingin menjadi bunga...

Ya, ia tak tak pernah ingin menjadi bunga, walau tiga bunga lainnya tumbuh dan mekar mengapitnya, ia memilih menjadi belukar!!. Ia tak ingin tumbuh di atas pot, menengadah dan hanya mencipta kelopak berwarna dan harum serta menumpuk hara di daun, batang dan akarnya. Tertanjap untuk dak dapat menoleh dan hanya bisa mendongak, bermimpi mencapai langit yang tak dapat diraihnya...

Ia bahagia menjadi belukar, walau tak berwarna dan beraroma namun ia bisa berlari, menoleh, menanjak dan menurun, untuk menemukan dunia. Meraih belukar-belukar lain tuk saling menyapa dan bertukar cerita bagi nyata yang lebih semarak.

Walau senantiasa harus terinjak, hingga daun-daun kecilnya pucat, layu dan mengering, tapi akan selalu tumbuh tunas yang membuatnya hidup kembali dan berlari lebih cepat,. Menyusuri celah sempit dan tersembunyi, dan perlahan duri tumbuh di atas tubuhnya untuk saraf -saraf mereka tak pernah merasakan sakit.

Hujan datanglah cepat, sebelum api datang melahap lebih buas...

Latest Post
Senin, 06 September 2010

Menyerap api di sebuah letupan


Menyerap api di sebuah letupan

Entah dasar apa yang membuat saya hadir di tempat ini, bukan panggilan ideology, program organisasi ataupun investasi amal. Hanya ketidak sengajaan bertemu teman lama, seorang perempuan yang mengabdikan hidupnya dalam dunia aktivisme. Perbincangan pendek akhirnya yang membuat saya untuk sekedar terlibat di tempat itu, dimana sejumlah buruh melakukan pemogokan di sebuah kawasan industry. Berada di tempat tersebut, adalah hal yang sulit saat harus berusaha memposisikan diri sebagai siapa, tanpa harus terjebak dalam heroisme seperti umumnya para mahasiswa atau karakter leader para aktivisme, bukan pula seorang jurnalis yang mengais berita untuk dijual. yah, istilah yang sangat “eneg’di telinga. Disana hanya berusaha untuk terlibat mendalam, belajar memahami sebuah pembangkangan dan menemukan sebuah spirit dari potensi-potensi destruktif yang toh pada akhirnya selalu dikembalikan ke jalur kompromis oleh karakter odipus yang dibangun serikat pekerja pada sebagian besar buruh terlibat di dalamnya. Saya tak punya otoritas untuk perubahan atas kondisi tersebut, di sinilah saya menemukan pembenaran atas sesuatu yang hanya bisa temukan di teks-teks wacana. Selebihnya, pertemanan adalah sesuatu yang jauh lebih berharga.

Saya tidak akan bercerita banyak alur dan rangkaian kronologis perisitiwa yang terjadi selama waktu itu, pemogokan buruh/pekerja adalah hal yang niscaya jika melihat bagaiamana pabrik atau perusahaan yang menguasainya memang menyuburkan potensi-potensi itu melalui aturan dan pengabaian atas hak-hak manusiawi. Yang tiap saat diawasi, dilarang, ataupun didepak seenaknya.

Yang pasti, Dua bulan lebih melakukan pemogokan bukanlah waktu yang singkat dan mudah bagi para buruh. Hari-hari yang penuh tekanan, serangan dari berbagai arah membuat goyah sebuah tekad yang di mulai dengan penuh api. Bertaruh atas kerja yang telah dijalani bertahun-tahun, bertaruh pada intimidasi preman-aparat, serta pertarungan yang lebih hebat atas kebutuhan hidup yang tak mungkin diabaikan. Pertarungan atas sebuah prinsip, solidaritas sesama pekerja.
Saat ini, dua bulan penuh polemik akhirnya berakhir. Bukan karena guyuran hujan keras yang merobek dan merubuhkan tenda, tapi atas sebuah pilihan, yang entah sebuah kemenangan atau kekalahan.

Kemenangan, saat majikan akhirnya tunduk membayar upah yang dituntut buruh setelah mereka memlihi tak lagi bekerja sang majikan ? Ataukah kekalahan, saat apa yang terbayarkan tak pernah senilai dengan hidup yang telah dikuras bertahun-tahun, hidup yang terkurung dibalik sekat yang layaknya penjara, ter-alienasi.

Tapi apapun itu, saya menghargai keputusan yang semoga tak pernah menjadi akhir. Keputusan yang begitu sulit dipertaruhkan, yang semoga bukan atas otoritas yang berkehendak dibalik itu. Yah, saya bukan siapa-siapa yang harus menentukan arah sebuah perjuangan, dan menghargai ini sebagai sebuah ruang dan waktu, untuk melihat sebuah kebenaran dan menilai sebuah kesalahan, dari teks-teks bacaan yang kupercayai. Waktu singkat ini menegaskan hal tersebut. Proses untuk belajar memaknai sebuah solidaritas, dan melihat sebuah ketangguhan dari pertarungan hidup yang juga saya alami dan susah payah untuk tetap terjaga.

Tak juga menyesal atas akhir yang “tidak tampak” wah dengan pertarungan fisik selayaknya kemenangan dalam sebuah perang yang dibumbui oleh heroisme, momen yang mungkin dinanti dan diinginkan media untuk disebarkan dengan omong kosong. Tak juga akhir dramatis penuh haru biru layaknya kisah drama yang berakhir sedih dalam perpisahan.

Selanjutnya adalah penantian dan harapan, untuk bisa kebali menemukan letupan-letupan dan percikan-persikan api, yang menggairahkan untuk hidup yang tak lagi bersinar…

+

Blogger templates

About Me

Foto saya
"Don't exist. Live. Get out, explore. Thrive. Challenge authority. Challenge yourself. Evolve. Change forever. It's time to be aggressive. You've started to speak your mind, now keep going with it, but not with the intention of sparking controversy or picking a germane fight. Get your gloves on, it's time for rebirth. There IS no room for the nice guys in the history books. THIS IS THE START OF A REVOLUTION. THE REVOLUTION IS YOUR LIFE. THE GOAL IS IMMORTALITY. LET'S LIVE, BABY. LET'S FEEL ALIVE AT ALL TIMES. TAKE NO PRISONERS. HOLD NO SOUL UNACCOUNTABLE, ESPECIALLY NOT YOUR OWN. IF SOMETHING DOESN'T HAPPEN, IT'S YOUR FAULT. Make this moment your reckoning. Your head has been held under water for too long and now it is time to rise up and take your first true breath. Do everything with exact calculation, nothing without meaning. Do not make careful your words, but make no excuses for what you say. Fuck em' all. Set a goal for everyday and never be tired." — Brian Krans (A Constant Suicide)

Blogroll

About


ShoutMix chat widget